Sampai saat ini teknologi pengendalian hama uret tebu (Lepidiota stigma) yang dirasa efektif oleh petani tebu KUD Bina Tani Tamanan di Kabupaten Bondowoso (Jawa Timur) adalah pengendalian secara mekanis, yaitu pengendalian uret dengan  menggunakan perangkap lampu dan penangkapan serangga dewasa (ampal), serta pemusnahan uret.  Untuk mendorong petani melakukan hal tersebut, pada tahun 1987  ampal yang terperangkap/tertangkap dibeli seharga Rp 100,- per ekor.  Metode ini ternyata efektif, yaitu dengan tidak ada serangan sampai 10 tahun berikutnya.

Haji Nurhasan, petani tebu di Desa Sumber Kemuning, Kec. Tamanan, Kab. Bondowoso mengatakan bahwa pengambilan uret pada waktu pengolahan tanah (bongkar ratoon) dapat menekan populasi sampai 60%.  

Kerusakan dan Luas Serangan Uret

Hama uret biasanya menyerang tebu yang ditanam pada lahan kering berpasir atau tegalan.  Uret menyerang bagian akar atau pangkal batang tebu.  Gejala pada tanaman muda adalah pucuk tanaman mula-mula layu, menguning mirip gejala  kekeringan dan akhirnya roboh atau mati ketika tanaman tua.  Bagian pangkal batang tebu yang terserang uret kehilangan semua akar dan terbentuk rongga-rongga gerekan yang besar.
 
Pada tahun 2011, diperkirakan serangan uret menurunkan rata-rata produksi tebu sampai 40% (400 kwintal per ha) yang biasanya normal 1000 kwintal per ha. Bahkan ada pada pertanaman petani tebu yang tidak melakukan pengendalian, kerusakan  mencapai 95%.

Biologi Uret
Kumbang betina meletakkan telur di dalam tanah yang lembab pada kedalaman 17-50 cm. Telur berwarna putih kekuningan dan berukuran ± 3 mm. Seekor kumbang betina dapat bertelur sebanyak 25-30 butir. Stadium telur sekitar 2 minggu. 

Larva (uret) merupakan stadium paling merusak karena memakan akar dan pangkal batang tebu. Larva yang baru menetas berwarna putih dengan kepala berwarna coklat. Larva yang telah dewasa berwarna kuning mengkilat dan terdapat pada lapisan tanah yang lebih dalam. Stadium larva sekitar 9 bulan. Pada stadium pre pupa (masa istirahat), larva instar terakhir membuat ruangan dalam tanah yang berdinding keras dengan permukaan sebelah dalam yang licin, pada kedalaman 15-50 cm. Stadium pre pupa sekitar 12 hari. Stadium pupa (kepompong) sekitar 1 bulan. Apabila kelembaban dalam tanah sesuai, kumbang akan keluar dari pupa pada awal musim hujan. Imago (kumbang) berwarna coklat keabu-abuan dan tubuh ditutupi sisik berwarna kuning atau putih kekuningan. Pada ujung elitra (sayap tebal) terdapat bercak-bercak putih berukuran ± 1,5 mm.  Panjang tubuh kumbang betina ± 4,3-5,4 cm dan lebar ± 2,2-2,7 cm, sedangkan kumbang jantan mempunyai panjang tubuh ± 4,2 – 5,3 cm dan lebar ± 2,0 – 2,6 cm. Stadium imago sekitar 4 bulan.

Permasalahan dan Solusi Lainnya
 
            Uret tebu merupakan salah satu hama penting pada tanaman tebu.  Pertanaman tebu yang terserang berat dapat mengakibatkan kerusakan tanaman mencapai lebih dari 50%, kadang-kadang sampai puso.  

        Serangan hama uret tebu dapat ditekan melalui pengendalian hama terpadu dengan menggunakan berbagai cara yaitu:
  1. Kultur  teknis:  pergiliran tebu dengan tanaman lainnya (bukan inang uret).
  2. Mekanis:  pengumpulan larva (uret) dan imago pada saat pengolahan tanah maupun pembuatan juringan.
  3. Biologis: penggunaan agens pengendali hayati (APH) seperti nematoda entomopatogen Steinernema.  Pada tahun 2009, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya telah mengembangkan pengendalian uret dengan menggunakan nematoda Steinernema spp. strain Tulungagung  untuk mengendalikan hama uret  tebu terutama di lahan berpasir.  Hasil uji di laboratorium dengan dosis aplikasi 800 juvenil infektif/ml tercatat tingkat mortalitas hingga 83,33% pada 72 jam setelah aplikasi.  Sedangkan uji di lapangan, dosis aplikasi 12.500 juvenil infektif/tanaman pada larva instar 3 tercatat tingkat mortalitas mencapai 80% pada 3 minggu setelah aplikasi.  Pada awal tahun 2011 sudah disosialisaikan di wilayah Kabupaten Bondowoso.
  4. Kimiawi:  merupakan pengendalian alternatif terakhir dengan penggunaan insektisida berbahan aktif karbofuran 3%, klorfirifos 200 g/l dan kadusafos 10%.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengendalian hama uret pada tebu dilakukan dengan memadukan berbagai teknologi pengendalian dan dilaksanakan secara  berkelanjutan (multi-years) sehingga perkembangan hama uret dapat ditekan seminimal mungkin.

Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/