Working Vista Pointer

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG

Ringkasan Pengkajian Keamanan Pangan Tebu PRG Toleran Kekeringan Event NXI-1T
I. Pendahuluan
Tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T merupakan produk perusahaan PT. Perkebunan Nusantara XI yang diklaim dikembangkan untuk meningkatkan konsentrasi senyawa protektan betain sehingga tebu menjadi toleran kekeringan. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.23.3541 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik, TTKHKP telah melakukan pengkajian keamanan pangan tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T berdasarkan informasi genetik dan informasi keamanan pangan yang terdiri atas kesepadanan substansial, alergenisitas, dan toksisitas sebagaimana diuraikan di bawah ini.

II. Informasi Genetik

II.1 Elemen Genetik
Tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T mengandung satu transgen interes yaitu betA yang menyandi protein choline dehydrogenase (CDH), enzim yang mengkatalisis konversi choline menjadi betaine aldehyde, menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens strain LBA 4404. Promoter yang digunakan adalah CaMV-35S (35S dari cauliflower mosaic virus), dengan terminator NOS (nopaline synthase) dari Agrobacterium tumefaciens.

II.2 Sumber Gen Interes
Gen betA pada tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T berasal dari hasil isolasi bakteri Escherichia coli, yaitu bakteri gram negatif yang biasa dijumpai dalam usus organisme berdarah hangat.

II.3 Sistem Transformasi
Tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dirakit melalui transformasi plasmid rekombinan pMLH 2113 ke jaringan tanaman tebu non PRG varietas CF 1426, menggunakan agensia biologis Agrobacterium tumefaciens strain LBA 4404. Selain gen interes betA, plasmid rekombinan tersebut mengandung gen ketahanan terhadap antibiotika kanamisin (Kan’) atau NPT II dan higromisin (Hyg’) atau HPT. Gen betA dan Hyg’ berada dalam kaset ekspresi gen dengan promoter CaMV-35S dan terminator T35S, sedangkan gen Kan’ diapit oleh promoter Pnos di ujung 5’nya dan terminator Tnos di ujung 3’nya. Di antara promoter CaMV-35S dan gen betA terdapat transit peptida dari mitokondria tomat untuk mengarahkan enzim CDH ke dalam organel mitokondria.

Berdasarkan data dan informasi yang disampaikan oleh pemohon, komponenkomponen genetik di dalam plasmid rekombinan tersebut, biasa digunakan dalam perakitan tanaman PRG. Jumlah kopi DNA sisipan (insert) pada tebu PRG toleran kekeringan varietas CF 1426 event NXI-1T adalah dua kopi.

II.4 Stabilitas Genetik
Hasil analisis molekuler dengan PCR, tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T menunjukkan bahwa gen betA telah ada dan stabil pada genom tebu PRG. Analisis PCR juga dilakukan pada genom DNA dari tebu PRG yang diperbanyak secara vegetatif pada generasi pertama, kedua, ketiga dan hasilnya menunjukkan bahwa gen betA stabil keberadaannya pada tiga generasi. Dari data hasil analisis PCR tersebut tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dapat dijamin stabilitas genetiknya karena perbanyakan tebu dilakukan secara vegetatif melalui stek batang/bagal tebu. (Bambang Sugiharto, Nurmalasari dan Andika Suminingrum. Karakter Biomolekul dan Biokimia Tebu PRG Toleran Kekeringan: Keberadaan, Stabilitas dan Ekspresi Gen Target (Gen Beta), 2010, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jember dan Laboratorium Biologi, PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero))

Berdasarkan hasil pengkajian informasi genetik dapat disimpulkan bahwa :
1. tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T mengandung dua kopi insert gen betA;
2. promoter yang digunakan untuk gen betA adalah CaMV-35S (35S dari cauliflower mosaic virus), dengan terminator NOS (nopaline synthase) dari Agrobacterium tumefaciens; dan
3. gen interes betA yang diintroduksikan ke tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T masih stabil pada tiga generasi.

III. Informasi Keamanan Pangan

III.1 Kesepadanan Substansial
Hasil pengkajian kesepadanan substansial tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T diperoleh setelah memperhatikan Laporan “Analisa Kesepadanan Substansial Tebu Produk Rekayasa Genetika (PRG) Toleran Kekeringan Event NXI-1T” dari PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero), Surabaya tahun 2011.
Untuk tujuan analisis kesepadanan substansial, tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dan tetuanya CF 1426 yaitu tebu non PRG ditanam di kebun percobaan tebu di Nyeoran Vak 5, Pabrik Gula Djatiroto, Lumajang, Jawa Timur
pada awal bulan Mei 2010. Pada umur 8 bulan, sampel berupa batang tebu diambil untuk kemudian dilakukan analisis proksimat di Laboratorium Biochem Technology Surabaya yang sudah diakreditasi oleh KAN. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah nira tebu dan daun tebu.
Hasil analisis proksimat nira tebu berupa total protein, total lemak, kadar air, kadar abu, karbohidrat, energi, dan gula pereduksi dari tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T pada prinsipnya tidak berbeda nyata dengan atau masuk ke dalam kisaran komposisi proksimat dari tebu non PRG. Demikian juga untuk analisis proksimat daun tebu yang terdiri dari total protein, total lemak, kadar air, kadar abu, karbohidrat, energi dan serat kasar.

Berdasarkan hasil pengkajian kesepadanan substansial di atas dapat disimpulkan bahwa tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T sepadan secara substansial dengan tebu non PRG.

III.2 Alergenisitas
Pengujian alergenisitas nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dilakukan pada bulan Juli 2009 di Laboratorium BIOMOL, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Brawijaya Malang, menggunakan modifikasi metode Toward and Broadley (T. J. Toward dan K. J. Broadley. Early and Late Bronchoconstrictions, Airway Hyper-reactivity, Leucocyte Influx and Lung Histamine and Nitric Oxide After Inhaled Antigen: Effects of Dexamethasone and Rolipram. Clin Exp Allergy 2004; 34:91–102).
Hewan coba yang digunakan pada pengujian alergenisitas yaitu tikus putih Wistar betina berumur 2-3 bulan, sebanyak 18 ekor, yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM. Kelompok percobaan mencakup kelompok kontrol negatif (KN), kelompok kontrol positif (A) yang diberi ovalbumin kadar 1 mg/ml dengan dosis 2 ml per tikus, kelompok yang diberi nira tebu PRG pada konsentrasi rendah 2000 mg/kg Berat Badan (BB) (NAT 12), kelompok yang diberi nira tebu PRG konsentrasi tinggi 5000 mg/kg BB (NAT 15), dan kelompok yang diberikan campuran nira tebu PRG dan ovalbumin dosis rendah (AT 12) dan dosis tinggi (AT 15). Masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus. Nira tebu didapat dari batang tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T yang berumur 11 bulan, dengan cara diblender dan diberikan pada hewan coba tikus putih Wistar dengan pencekokan secara oral.
Uji alergenisitas dilakukan dengan mengukur kadar IgE dalam serum darah hewan coba tikus putih Wistar hari ke-0, ke-6, ke-11, ke-20 dan ke-22 menggunakan Rat IgE ELISA dari Immunology Consultants Laboratory, Inc., Newberg. Setelah injeksi ovalbumin, kelompok kontrol positif (A) mengalami peningkatan IgE sebesar 17,08% pada hari ke-11 menjadi 271,8 ng/ml, dan meningkat menjadi 19,38% diatas hari ke-0 pada hari ke-20. Pada hari ke-20, kelompok kontrol positif (A) tetap menunjukkan kadar IgE tertinggi dibandingkan kelompok lainnya (KN, NAT12, NAT15, AT12 dan AT15) yaitu 277,14 ng/ml. Sedangkan pada kelompok AT12 tidak terjadi peningkatan kadar IgE bila dibandingkan hari ke-0. Demikian juga pada kelompok KN, NAT12 dan NAT15 bahkan terjadi penurunan kadar IgE bila dibandingkan hari ke-0. Peningkatan kadar IgE terjadi pada kelompok AT15 namun tidak melebihi kelompok A (meningkat 6,14% dibandingkan hari ke-0).
Pada hari ke-22, kelompok kontrol positif (A) secara konsisten menunjukkan peningkatan kadar IgE paling tinggi dibandingkan semua kelompok perlakuan lainnya yaitu sebesar 17,13%. Pengaruh ovalbumin inhalasi meningkatkan kadar IgE pada kelompok AT12 dan AT15 yang meningkat berturut-turut 12,84% dan 10,29%. Pola peningkatan kadar IgE pada kelompok AT12 dan AT15 hari ke-22 adalah serupa dengan hari ke-11, dimana peningkatan kadar IgE terjadi setelah pemberian ovalbumin inhalasi. Namun demikian tidak terjadi peningkatan kadar IgE setelah pencekokan nira karena nilai IgE hari ke-20 justru menurun pada kelompok NAT12 dan NAT15.

Pencekokan secara oral dengan nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dengan dosis 2000 mg/kg BB maupun 5000 mg/kg BB tidak meningkatkan kadar IgE lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif/alergen (A). Evaluasi menggunakan bioinformatik dilakukan untuk menentukan homologi protein choline dehydrogenase (CDH) yang disandi oleh gen betA dengan database alergen. Sequencing nukleotida gen betA dilakukan oleh Ajinomoto (Australian Patent Office ACT 1990 No 737600). Sekuen asam amino protein CDH diperoleh dengan aplikasi program Bioedit. Selanjutnya sekuen asam amino protein ini menjadi objek analisis bioinformatik.
Analisa bioinformatik menggunakan algoritma FASTA menunjukkan bahwa sekuen asam amino protein CDH tidak mempunyai homologi dengan protein alergen yang telah terdaftar pada AllergenOnline (www.allergenonline.com, www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/). Sekuen asam amino protein dengan kesamaan lebih dari 35% atau lebih dipertimbangkan mempunyai risiko dan potensi crossreactivity sebagai alergen (Codex Alimentarius Commission, Guideline for the Conduct of Food Safety Assessment of Foods Derived from Recombinant-DNA Plants, 2003). Selanjutnya, algoritma BLASTP digunakan untuk menentukan tingkat homologi protein CDH dengan alergen yang telah didaftarkan dalam NCBI-Entrez Protein Database. Hasil evaluasi homologi (alignment) sekuen asam amino protein CDH dengan 10 protein yang diketahui sebagai alergen atau putative allergen menunjukkan bahwa protein CDH tidak mempunyai potensi atau cross-reaction dengan alergen.

Pengujian stabilitas cerna enzim CDH pada nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dilakukan dengan menggunakan enzim pepsin dalam dapar SGF (simulated gastric fluid) dan enzim tripsin dalam dapar SIF (simulated intestinal fluid). Aktivitas enzim CDH dihitung dengan melihat jumlah betain selama 1 jam reaksi dan kandungan betain ditentukan menggunakan alat HPLC. Unit aktivitas CDH disetarakan dengan unit aktivitas choline oxydase (Sigma Cat No. C-5896) yang digunakan sebagai standarnya. Penentuan aktivitas enzim CDH dilakukan dengan penyetaraan aktivitas choline oxydase, sehingga satu unit enzim CDH setara dengan 1 µmole H2O2 yang dihasilkan dari oksidasi 1 µmole choline menjadi betaine aldehyde per jam pada pH 7,5 dan suhu 37°C. Dari stokiometri reaksi pembentukan betain dari substrat choline, 1 µmole H2O2 setara dengan 1 µmole betain.

Pengujian stabilitas cerna menunjukkan bahwa enzim CDH tidak mempunyai ketahanan/stabilitas terhadap pencernaan dan mudah dihancurkan oleh pepsin dan tripsin. Inkubasi protein daun tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dengan enzim pepsin pada 0 menit telah menyebabkan hilangnya aktivitas enzim CDH yang diduga akibat pengaruh pH rendah (1,2) dari dapar SGF yang mengandung pepsin. Inkubasi protein daun tebu PRG toleran kekeringan event
NXI-1T selama 30 menit dan 60 menit dengan enzim tripsin dalam dapar SIF (pH 7,5) telah menghilangkan sama sekali aktivitas enzim CDH. Hal ini menunjukkan bahwa enzim CDH mudah terdegradasi oleh enzim pepsin atau tripsin pada lambung maupun usus manusia.

Analisis aktivitas dan SDS-PAGE menunjukkan bahwa protein dan aktivitas enzim CDH tidak terdeteksi sesudah inkubasi dengan pepsin atau tripsin selama 30 menit. Pengujian stabilitas panas dilakukan pada enzim CDH dengan melihat aktivitas enzim CDH pada sampel sesudah perlakuan pemanasan. Stabilitas enzim ditentukan dengan pemanasan nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T pada suhu 37°C, 60°C dan 100°C selama 30 menit. Hasil pengujian stabilitas panas menunjukkan bahwa enzim CDH kehilangan aktivitasnya sebanyak 20% setelah pemanasan pada suhu 60oC selama 30 menit, sedangkan pemanasan pada suhu 100oC selama 30 menit menghilangkan aktivitasnya.

Berdasarkan hasil pengkajian alergenisitas dapat disimpulkan bahwa nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T yang mengandung enzim CDH tidak menunjukkan adanya potensi menimbulkan alergi.

III.3 Toksisitas
Pengujian toksisitas akut nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga tanggal 7-15 Mei 2010. Pengujian menggunakan hewan coba mencit jantan dan betina galur Wistar berumur 2 bulan yang diperoleh dari Pusat Veterinaria Farma (PUSVETMA), Surabaya. Untuk perlakuan uji toksisitas akut, sebanyak 120 ekor mencit jantan dan betina dibagi menjadi 6 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina.

Setiap kelompok diberi sediaan nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dengan dicekok (gavage) menggunakan sonde dengan dosis pada kelompok I diberi suspensi CMC Na 0,5% (sebagai kontrol, volume suspensi CMC Na 0,5% 0,5 ml/20 g BB mencit), kelompok II, III, IV, V, dan VI masing-masing diberi sediaan bahan coba nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dengan dosis 1,25 g/kg BB (1125 µl/kg BB); 2,5 g/kg BB (2250 µl/kg BB); 5 g/kg BB (4500 µl/kg BB); 10 g/kg BB (9000 µl/kg BB); dan 21 g/kg BB (18900 µl/kg BB). Sebagai ekuivalensi 1 g nira tebu setara dengan 900 µl nira tebu pada uji toksisitas. Pemberian perlakuan nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dilakukan satu kali, kemudian dilakukan pengamatan sampai hari ke-14 sesudah perlakuan.

Pemberian sediaan nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T sampai dengan dosis 21 g/kg BB tidak menimbulkan efek kematian pada hewan coba, maka dapat disimpulkan bahwa sediaan uji nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T mempunyai LD50 di atas 21 g/kg BB.
Dari hasil pengkajian toksisitas di atas dapat disimpulkan bahwa nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T termasuk dalam golongan bahan yang tidak toksik.

IV. Kesimpulan dan Saran
Atas dasar uraian tentang informasi genetik dari gen betA, yang menyandi enzim choline dehydrogenase (CDH); pengkajian kesepadanan substansial antara komposisi tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dengan tebu non PRG; serta pengkajian alergenisitas dan pengkajian toksisitas nira tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T; disimpulkan bahwa tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T dapat dinyatakan aman untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan. Disarankan selama belum memperoleh sertifikat keamanan lingkungan, maka tebu PRG toleran kekeringan event NXI-1T tidak boleh dibudidayakan.
(Sumber : www.indonesiabch.org

Link publik untuk memberikan komentar, masukan, dan saran tentang produk rekayasa genetika (PRG). ==>>>   http://www.indonesiabch.org/komentar/tebu-nxi1t-kp/
»»  Baca Selengkapnya (Readmore)..

Pemberian Pupuk Blotong Pada Tanaman Tebu

 Blotong Pabrik Gula Sebagai Pupuk

Hasil sampah dari suatu produk tebu menjadi gula salah satunya adalah blotong. Blotong ini bisa dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman tebu namun harus diolah terlebih dahulu dengan bakteri GB#1, untuk tiap 500 kg blotong dengan 1 ltr bakteri GB#1. Penggunaan pupuk blotong, menurut kepentingan dan tujuannya, ada 2 cara :
1.  Blotong  dengan Azola Micropila ditambah bakteri GB#1, fungsinya digunakan untuk meningkatkan Nitrogen (N) dan mempercepat proses tumbuh, dalam masa pertumbuhan tebu awal.
2.      Blotong dengan jelaga ketel uap, ditambah bakteri GB#1 digunakan pada saat menjelang tanaman tebu matang, karena kandungan jelaga pada ketel uap mengandung Silikon (Si), yang berfungsi memperkuat batang dan meningkatkan rendemen gula. 

Suatu kualitas pupuk organik, bukan hanya ditentukan besarnya nilai kandungan NPK, dan unsur micro lainnya, tetapi lebih diutamakan kualitas pupuk organik, mengandung jenis bakteri yang bisa memfiksasi N dan bakteri perombak atau dekomposer, sehingga walau pupuk organik kandungan NPK, dan unsur kandungannya rendah, tetapi dengan adanya bakteri-bakteri tersebut, maka dapat dipenuhi kebutuhan NPK, karena adanya bakteri fiksasi N. Sehingga dalam struktur tanah kaya akan Nitrogen (N) dan tanah akan menjadi gembur akibat adanya bakter-bakteri yang menguntungkan yg terdapat didalam bakteri GB#1
.
         Kualitas pupuk yang diproses dengan bakteri GB#1 dalam proses fermentasi, menimbulkan panas dari dalam mencapai suhu 70-80 derajat celcius. Hal ini akan terlihat pada hari ke-3 sd ke-5 dan akibat adanya kenaikan suhu sampai 80 derajat dalam proses fermentasi, menyebabkan biji-biji gulma dan bakteri serta virus yg merugikan akan mati. Hal ini menjadikan pupuk blotong mempunyai nilai kualitas tinggi.   

               Proses fermentasi yg terjadi pada pembuatan pupuk blotong, memerlukan waktu paling banyak 8 hari dan sudah siap digunakan. Keuntungan yang diperoleh, bakteri-bakteri yg menguntungkan pada pupuk blotong yg sudah difermentasi dengan bakteri GB#1, bakterinya akan terus berkembang dalam tanah, sehingga meningkatkan kualitas tanah menjadi lebih baik yg kaya akan unsur hara.
»»  Baca Selengkapnya (Readmore)..

Pelepasan 4 Varietas Unggul Baru Tebu

           Swasembada Gula Nasional 2014 diartikan bahwa produksi gula dalam negeri sudah dapat memenuhi konsumsi gula dalam negeri, baik untuk konsumsi langsung rumah tangga maupun untuk kebutuhan industri. Varietas tebu yang telah dilepas Menteri Pertanian sampai dengan tahun 2010 sebanyak 76 varietas (Ditjenbun, 2010)
.
           Pada tahun 2010 melalui Sidang Pelepasan Varietas ke-2 Bulan September 2010 telah dilepas 4 varietas baru tebu yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan terhadap varietas bina. Dengan dilepasnya varietas baru ini sebagai benih bina maka layak digunakan secara luas oleh masyarakat. Untuk mengetahui karakteristik varietas baru tersebut, berikut deskripsi 4 varietas tersebut.


Deskripsi
VARIETAS


Asal Usul
Hasil Pertukaran Varietas pada CFC/ISO/20Project
Berasal dari Kendari (Mr. Huang Chung Wu)
Berasal dari Kendari (Mr. Huang Chung Wu)
Diperoleh dari Proyek PG Lambuya Sulawesi Tenggara, masuk ke PG Takalar, PG Camming, PG Arasoe Bone Tahun 2000
Sifat Morfologi




1.   Batang
-   Ruas tersusun agak berbiku
- Ruas berbentuk silindris
-   Warna batang kuning keunguan bila terlindung matahari dan menjadi merah keunguan setelah terpapar matahari.
-  Lapisan lilin ada, tipis tidak mempengaruhi warna
-  Alur mata sempit tidak sampai tengah ruas
-  Teras masif, lubang kecil
   Bentuk ruas silindris, susunan antar ruas lurus, dengan penampang melintang bulat
-   Warna batang kuning kehijauan.
-   Lapisan lilin tebal
-   Retakan tumbuh tidak ada
-   Cincin tumbuh melingkar datar pada puncak mata
-   Teras dan lubang tidak ada
-   Bentuk buku ruas lurus
-   Alur mata tidak ada
-   Bentuk ruas silindris
-   Warna batang kuning kehijauan.
-   Lapisan lilin ada, tebal, mempengaruhi warna batang
-   Retakan tumbuh tidak ada
-   Cincin tumbuh ada pada puncak mata
-   Teras dan lubang masif, ada lubang kecil
-   Bentuk buku ruas lurus
-   Alur mata tidak ada
-   Bentuk ruas lurus, silindris
-   Warna batang ungu kecoklatan
-   Lapisan lilin tebal, mempengaruhi warna ruas
-   Retakan tumbuh tidak ada
-   Cincin tumbuh melingkar datar, menyinggung puncak mata
-   Teras dan lubang masif
-   Bentuk buku ruas silindris
-   Alur mata sempit, tidak mencapai tengah ruas, dangkal
2.   Daun
-  Helai daun berwarna hijau
-  Lebar daun sedang, ujung melengkung kurang dari ½ helai daun
-  Segitiga daun berwarna hijau keunguan
-   Agak sulit lepas daun
-   Telinga daun ada, sedang, kedudukan serong
-   Bulu bidang punggung ada, sedikit, kurang dari ¼ lebar pelepah, kedudukan rebah
-   Warna daun hijau tua
-   Ukuran lebar daun lebar
-   Lengkung daun tegak
-   Telinga daun ada, kuat, dan berkedudukan tegak
-   Bulu bidang punggung ada, lebat lebar sampai pelepah
-   Sifat lepas pelepah sedang
-    Warna daun hijau
-   Ukuran lebar daun sedang
-   Lengkung daun tegak, kadang melengkung kurang dari 1/3 panjang daun
-   Telinga daun ada, kuat, dan berkedudukan serong
-   Bulu bidang punggung ada, sempit, tidak sampai puncak pelepah
-   Sifat lepas pelepah mudah
-   Warna daun hijau
-   Ukuran lebar daun 4,5—5,5 cm
-   Lengkung daun melengkung < ½ 
-   Telinga daun ada, tinggi > 1 -- < 3 kali lebarnya, tegak
-   Bulu bidang punggung ada, condong, lebat, rambut bidang tepi tidak ada
-   Sifat lepas pelepah mudah
3.   Mata
-   Mata terletak pada pangkal pelepah daun
-   Bentuk mata bulat telur, bagian terlebar pada tengah mata
-   Titik tumbuh di puncak mata
-   Tepi sayap bergerigi, ukuran sama lebar
-   Rambut jambul tidak ada
-   Ukuran mata besar

-   Letak mata pada bekas pangkal pelepah
-   Bentuk mata bulat
-   Sayap mata tidak ada
-   Rambut tepi basal tidak ada
-   Rambut jambul tidak ada
-   Pusat tumbuh di atas tengah mata
-   Letak mata pada bekas pangkal pelepah
-   Bentuk mata bulat
-   Sayap mata ada berukuran sama lebar, tepi sayap rata
-   Rambut tepi basal tidak ada
-   Rambut jambul tidak ada
-   Pusat tumbuh pada tengah mata
-   Letak mata pada bekas pangkal pelepah daun
-   Bentuk mata bulat
-   Sayap mata berukuran sempit, dengan tepi sayap rata
-   Rambut tepi basal ada
-   Rambut jambul tidak ada
-   Pusat tumbuh di atas tengah mata
Sifat Agronomis




1.   Pertumbuhan
-   Perkecambahan cepat
-   Kerapatan batang sedang
-   Diameter batang sedang
-   Pembungaan   tidak berbunga sampai sporadis
-   Kemasakan awal—tengah
-   Kadar sabut 15,04 %
-   Perkecambahan sedang
-   Awal pertunasan sedang
-   Kerapatan batang sedang
-   Diameter batang besar
-   Pembungaan tidak sampai sporadis
-   Kemasakan awal tengah
-   Daya kepras baik
-   Perkecambahan sedang
-   Awal pertunasan cepat
-   Kerapatan batang rapat
-   Diameter batang sedang
-   Pembungaan sporadis sampai sedang
-   Kemasakan awal tengah
-   Daya kepras sedang
-   Perkecambahan sedang
-   Awal pertunasan sedang
-   Kerapatan batang 10—12 batang/meter juring
-   Diameter batang 2,43—3,00 cm
-   Pembungaan jarang sampai sporadis
-   Kemasakan awal—tengah
-   Daya kepras tahan keprasan
2.   Potensi
Produksi

-   Hasil tebu (ku/ha) 1.105 ± 182
-   Rendemen (%) 10,02 ± 0,52
-   Hablur gula (ku/ha) 89,27 ± 19,90
-   Hasil tebu (ku/ha) 685—1.000
-   Rendemen (%) 7,33—10,24
-   Hablur gula (ku/ha) 48,9—94,5
-   Hasil tebu (ku/ha) 635—1.129
-   Rendemen (%) 7,37—9,61
-   Hablur gula (ku/ha) 61,6—99,8
-   Hasil tebu (ku/ha) 775 ton/ha
-   Rendemen (%) 10,97 %
-   Hablur gula (ku/ha) 71,14 ku/ha
3.   Ketahanan
hama dan
penyakit
-   Toleran hama penggerek pucuk dan penggerek batang
-   Tahan terhadap penyakit-penyakit mosaik, blendok, dan pokkahboeng
-   Tahan terhadap penyakit luka api
- Toleran hama penggerek batang, agak tahan penggerek pucuk
- Agak rentan penyakit noda merah
- Agak toleran terhadap penyakit-penyakit noda kuning, karat daun, blendok, dan pokkahboeng
- Agak tahan hama penggerek batang dan penggerek pucuk
- Agak tahan terhadap penyakit-penyakit noda kuning, karat daun, blendok, dan pokkahboeng
- Hama tahan penggerek batang dan penggerek pucuk
-  Penyakit tahan mozaik luka api, peka pokkahboeng
4.   Kesesuaian
lokasi
Cocok dikembangkan pada tipologi lahan sawah dan tegalan beriklim C2 dan D3 (Oldeman) dengan jenis tanah Aluvial dan Grumosol
Cocok untuk lahan Aluvial dan mediteran dengan kandungan liat rendah
Cocok untuk lahan bertekstur ringan sampai berat, di lahan sawah dan tegalan, toleran gangguan drainase
Cocok dengan tanah Aluvial, Grumosol, dan Mediteran yang berpengairan cukup
»»  Baca Selengkapnya (Readmore)..

Peragaan Tanaman Tebu PG Pradjekan 2011

1. Kultivasi Dengan Hand Tracktor Modifikasi "Sawung Galing" di Kebun Ramban
   
       1.1 Putus Akar

       1.2 Bumbun II / Rata Tanah
 

       1.3 Bumbun III


2. Pola Bukaan Reynoso dan Penataan Varietas di Kebun TSS I MT 2011 / 2012 Sumber Kalong

   

3. Upaya Peningkatan Rendemen
       - Tebangan Bersih M.S.B
       - Bebas pucukan, daduk, dan sogolan
       - Bebas tali pengikat tebu

4. MEJA TEBU ==> Mutu Bahan Baku TEBU yang Akan Digiling Benar-Benar Bersih dan Segar
 
»»  Baca Selengkapnya (Readmore)..