Seminar IKAGI 17 April 2014
di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta
Kondisi pergulaan nasional saat ini menghadapi tantangan secara internal dan ancaman secara eksternal. Secara internal berupa harga pokok produksi yang belum kompetitif, belum optimalnya efisiensi pabrik dan industri gula masih bertumpu pada produk tunggal (gula) . Secara eksternal, intervensi harga oleh pemerintah, rembesan gula rafinasi, produksi gula dunia jauh lebih besar dari konsumsi, kebijakan yang belum terintegrasi, distorsi dalam liberalisasi perdagangan gula dunia dan rencana pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Perjanjian masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015 mengharuskan adanya penurunan tarif impor terhadap 7 produk dan 5 jasa termasuk gula sebagai produk berbasis agro secara bertahap mulai dari tahun 2015.
Kebijakan makro ekonomi pemerintah Indonesia yang tidak berpihak kepada konsep ekonomi kerakyatan berdampak pada menurunnya kelayakan ekonomi industri gula nasional. Tranformasi secara mikro tidak akan terjadi tanpa adanya kebijakan makro ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan.
Seminar ini bertujuan menghasilkan rencana aksi bagi industri gula nasional dan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menghasilkan kebijakan strategik dan operasional bagi pengembangan industri gula nasional. Juga rencana aksi berupa usulan transformasi kebijakan pemerintah terkait makro ekonomi yang memberdayakan stakeholders pergulaan yang lebih komprehensif, berdaya saing, berkelanjutan dan berkeadilan.
Rencana aksi harus menghasilkan kebijakan yang pro industri gula dengan :
1. Kebijakan makro ekonomi harus berbasis ekonomi kerakyatan dengan mendorong fair trade bukan free trade yang sejalan dengan prinsip prinsip demokrasi ekonomi sesuai pasal 33 UUD 45 amandemen.
2. Kebijakan fiscal dan moneter berupa pemberlakuan equal treatment bagi industri gula berbasis tebu atas impor raw sugar, investasi baru.
3. PPn gula dapat digunakan oleh industri gula sebagai sumber pendanaan dengan bunga bersubsidi sehingga bisa berkompetisi secara fair dengan industri gula ASEAN.
4. Kuota import raw sugar untuk industri rafinasi harus sesuai dengan kebutuhan gula industri makanan dan minuman. Mempertahankan gula sebagai produk perdagangan MEA yang masuk dalam sensitive list product.
5. Penguatan kemitraan dengan petani tebu rakyat perlu memberdayakan petani tebu rakyat dan koperasi sebagai subjek kemitraan yang saling menguntungkan.
6. Pengembangan industri gula terintegrasi dengan mengadopsi konsep Industri berbasis Sucro-Energi, dan industri derivat (turunan) berbasis tebu untuk meningkatkan kelayakan bisnis industri gula, khususnya dari sisi penurunan harga pokok produksi gula agar lebih mampu bersaing dengan gula impor.
Sumber : RUMUSAN SEMINAR IKAGI dengan tema “Penguatan Posisi Bisnis dan Kemitraan Pabrik Gula Menuju Industri Berbasis Tebu dalam Menghadapi AFTA 2015″, di LPP Yogyakarta, 17 APRIL 2014
0 komentar:
Posting Komentar