KUNCI SUKSES HADAPI MEA
DENGAN
PENINGKATAN KUALITAS SDM
Salah satu kunci utama dalam memenangkan
persaingan pada era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah Kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM). Inovasi dan investasi di bidang SDM mutlak dilakukan
perusahaan agar bisa menjadi pemenang. MEA tidak perlu ditakuti, namun harus
disikapi dengan dengan mempersiapkan diri dengan baik dan menjadi perofesional
agar mampu bersaing dan beradaptasi.
·
Kecerdasan Intelektual (Intelectual Quotient / IQ)
IQ adalah ukuran kemampuan intelektual, analitis (kemampuan
menganalisa), logika, dan rasio seseorang. IQ berkaitan pada keterampilan
berbicara, kesadaran akan sesuatu disekelilingnya dan penguasaan matematika
·
Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient / EQ)
EQ adalah kemampuan berkomunikasi seseorang dalam dua
dimensi, yaitu pada dirinya sendiri dan orang lain/lingkungan. EQ pada diri
sendiri berguna untuk menumbuhkan kesadaran diri, penerimaan diri, menghargai
diri sendiri, dan penguasaan diri. EQ pada orang lain/lingkungan adalah
kemampuan memahami, menerima, mempercayai, dan mempengaruhi orang lain. Dengan
kecerdasan emosional, kita akan justru lebih mendalami kecerdasan intelektual
dalam berbuat dan berperilaku.
·
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient / SQ)
SQ adalah kemampuan seseorang untuk dapat memahami arti
hidup. Hal ini menyangkut hubungan dengan Tuhan.
·
Kecerdasan Adversitas (Adversity Quotient / AQ)
AQ adalah kemampuan seseorang saat menghadapi segala
kesulitan. Beberapa orang mencoba tetap bertahan menghadapi kesulitan tersebut,
sebagian lainnya mudah takluk dan menyerah.
·
Kecerdasan Emosional Spiritual (Emotional
Spiritual Quotient / ESQ)
ESQ adalah gabungan antara EQ dan SQ. ESQ adalah model
kemampuan seseorang untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku
atau akhlak dan kegiatan, serta manpu menyinergikan antara IQ logika/berpikir,
EQ, SQ secara komprehensif.
Landasan EQ dan SQ Dalam Kepemimpinan
Seorang
pemimpin yang hanya berlandaskan pada IQ saja, maka visi dan misi serta
orientasi kerjanya sebatas pada hal-hal yang sifatnya materialistis, matematis
dan pragmatis, dengan mengenyampingkan hal-hal yang berbau spiritualistis dan
sentuhan hati nurani. Pencapain visi dan misi oleh pemimpin yang hanya
mengandalkan IQ, dilakukan dengan prinsip just do it, sehingga segala bentuk
kegagalan ataupun keberhasilan, disikapi sebagai prinsip just a game. bahkan
ultimate goal nya juga masih sebatas mancari kepuasan materiil atau duniawi.
Pemimpin
yang menerapkan nilai-nilai EQ akan menggunakan hatinya dalam memimpin, tidak
semata-mata logika sebagaimana pendekatan IQ di atas. Penerapan EQ ini
ditunjukan dengan sifat siddik (jujur), Tabligh (berani menyampaikan
kebenaran), Amanah (terpercaya), dan Fatonah (berpendirian kuat dan dapat
dipercaya) dalam memimpin. namun pendekatan EQ ini sasaran akhirnya cenderung
masih tetap sama dengan pendekatan IQ yakni sebatas mengejar kepuasan materiil
atau duniawi.
Pemimpin
yang mendalami dan menerapkan nilai-nilai SQ dipadukan dengan nilai-nilai EQ,
ultimate goal nya semata-mata mendapat ridha Allah SWT. Visi dan misinya sangat
jauh kedepan dan tidak sebatas sampai akhir kehidupan dunia saja, tapi sampai
pada kehidupan akhirat, dimana semua perilaku kita di dunia akan dipertanggung
jawabkan dihadapan Allah SWT dan kita yakin bahwa pengadilan akhirat akan kita
hadapi. Oleh karena itu prinsip just do it nya adalah mengerjakan segala
sesuatu dengan penuh keikhlasan karena melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
seorang pemimpin, semata-mata mengharap ridha Allah SWT, sehingga ukuran yang
digunakannya bukan lagi ukuran manusia tapi sudah menggunakan ukuran Tuhan
Pencipta Alam Semesta.
Demikian
juga dalam hal pengukuran kinerja karyawannya, tidak semata-mata hanya
berorientasi pada hasil tetapi kriteria proses untuk mencapai hasil tersebut
juga sangat diperhatikan. Kriteria berdasarkan hasil hanya berfokus pada apa
yang telah dicapai atau dihasilkan daripada bagaimana sesuatu itu dicapai atau
dihasilkan.
Kinerja
yang berlandaskan ESQ adalah “Hasil kerja yang dapat dicapai sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika”.
Faktor
keberhasilan seseorang ternyata bukan semata-mata ditentukan oleh faktor
pendidikan formal atau bahkan bukan ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan
intelektual, tetapi kontribusi terbesar adalah kemampuan berinteraksi dengan
orang lain dalam wujud siltarturahmi basa-basi atau seremonial, pemahaman
tentang agama, dukungan emosional yang baik dan terarah, serta kemampuan untuk
bertahan dan mencari solusi saat menghadapi permasalahan.
Mengabaikan
ataupun mengagungkan salah satu dari bentuk kecerdasan diatas adalah suatu
kekeliruan. Pentingnya keseimbangan antara beberapa bentuk kecerdasan ini
diperlukan untuk menjadi seorang yang paripurna, memiliki dorongan yang kuat
untuk meraih prestasi kerja tinggi.
Karyawan
yang memiliki keseimbangan IQ, ESQ, AQ akan melaksanakan tugasnya, mengikuti
arahan atasan, dan akan bekerja secara profesional dengan tidak menyimpang dari
peraturan yang ada. Hasil dari kinerja karyawan yang seperti ini dapat
memotivasi karyawan lain untuk tetap menjadi karyawan yang AMANAH dan PROFESIONAL.
Perusahaan
perlu menciptakan kesadaran akan keseimbangan ini kepada pegawai dan
karyawan-karyawannya melalui pendidikan/in house
training, pelatihan-pelatihan ESQ, dan sertifikasi untuk menciptakan
produktivitas kerja tinggi, loyalitas tinggi, sehingga produktivitas perusahaan
dapat lebih ditingkatkan demi mendukung swasembada gula dan siap menghadapi
MEA.