1. Workshop sebagai media komunikasi di kalangan praktisi di lingkungan PG berbasis tebu di Indonesia bertujuan melakukan evaluasi atas kinerja giling 2014 dan faktor penyebabnya sekaligus sharing informasi antar-PG yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas giling 2015 melalui pemanfaatan sisa waktu tersedia hingga giling tiba. Data time series menunjukkan keberhasilan pengelolaan PG untuk sebagian besar masih ditopang membaiknya agroklimat dan harga gula. Dalam menghadapi liberalisasi perdagangan, daya saing sebagaimana tercermin pada harga pokok produksi (unit cost) melalui pengelolaan sumber daya secara tepat-terarah dengan dukungan teknologi menjadi krusial.
2. Dari hasil penggiiingan pada 63 PG di seluruh Indonesia tercatat, produksi sebanyak 2.575.392 ton dengan rinci
No
|
Uraian
|
Jawa
|
Luar Jawa
|
Indonesia
|
1
|
Luas areal (ha)
|
307.067
|
165.609
|
472.676
|
2
|
Tebu tergiling (ton)
|
21.957.031
|
11.729.771
|
33.686.801
|
3
|
Hablur (ton)
|
1.612.331
|
963.061
|
2.575.392
|
4
|
Produktivitas tebu (ton/ha)
|
71,5
|
70,8
|
71,3
|
5
|
Rendemen (%)
|
7,34
|
8,21
|
7,65
|
6
|
Produktivitas hablur (ton/ha)
|
5,3
|
5,8
|
5,4
|
3. Areal budidaya terluas dicapai PTPN XI (89.687 ha), tebu tergiling terbanyak oleh PTPN X (6.110.957 ton), produksi hablur terbayak dicapai PTPN X (467.288 ton), produktivitas tebu tertinggi oleh PT Industri Gula Nusantara (90 ton/ha) dan PT Pemuka Sakti Manis Indah (84,1 ton/ha), rendemen tertinggi dicapai PT Gula Putih Mataram (8,92%), produktivitas hablur tertinggi oleh PT Gunung Madu Plantation dan PT Pemuka Sakti Manis Indah (7,1 ton/ha).
4. Secara umum, permasalahan yang dihadapi PG selama masa giling 2014 belum banyak berubah dari tahun-tahun sebelumnya :
a. Budidaya (on farm) : penataan varietas belum mengarah kesesuaian lokasi dengan komposisi tebangan ideal berdasarkan kemasakan, kualitas budidaya menurunakibatketerbatasan dana dimiliki petani,agroinputs tidak berimbang, kelangkaan tenaga kerja pada saat panen dengandampak fluktuasi pasokan tebu yang berakibat pada iddle capacity(saat rendemen di puncak pada bulan Agustus, tenaga kerja tebang sangat terbatas), kesulitan mendapatkan tebu masakawalpada awal giling,
b. Pabrik (off farm) : jam berhenti giling tinggi, terjadi inversi, overall recovery rendah (rata-rata PTPN IX hanya 73,03%).
c. Kelembagaan : gap kompetensi sumber daya manusia internal PG, terjadi penurunan intensitas komunikasi antara petugas lapangan PG dengan petani, menurunnya tingkat kepercayaan petani terhadap PG menentukan pasokan tebu dengan kualitas memadai (di PG Modjopanggoong/PTPN X sebagai contoh yang berhasilmeningkatkan rendemen, tebu kotor hanya 2,5% dan sisa tebu pagi 5%, belum diterapkannya apresiasi kepada individusecara menyeluruh. Pengalaman PG Krebet Baru yang dapat meningkatkan produktivitas tebu di lahan kering ke arah 100-120 ton/ha didukung oleh kompetensi petugas lapangan PG.
d. Pendanaan : rendahnya harga gula sepanjang 2013 dan ketidaklancaran penyaluran KKPE-TR (perubahan persyaratan administrasi yang sulit dipenuhi petani seperti NPWP, tidak punya tanggungan kredit lain, harus punya rekening di bank
5. Persoalan struktural yang dihadapi akibat belum terpecahkannya berbagai persoalan yang terkait aspek on farm menyebabkan PG menghadapi kendala bahan baku (baik dari sisi kuantitas maupun kualitas) sehingga unit cost tinggi. Dengan kata lain, tingginya unit cost merupakan imbas pemanfaatan kapasitas yang lebih rendah dibanding standar teknis.
Sebagai ilustrasi, gula diperoleh dari setiap ton kapasitas terpasang hanya menghasilkan 10,5 ton gula. Bandingkan misalnya dengan Thailand dan Australia yang mencapai 15 sampai 19 ton gula/ton kapasitas terpasang sehingga komponen fixed cost menjadi tinggi. Sebagai komparasi PG dalam negeri yang selama ini menjadi leader dalam best practices, PT Gunung Madu Plantation mencapai menapai 13,5 ton gula dan PT Gula Putih Mataram 14,25 ton gula/ton kapasitas terpasang.
Sebagai ilustrasi, gula diperoleh dari setiap ton kapasitas terpasang hanya menghasilkan 10,5 ton gula. Bandingkan misalnya dengan Thailand dan Australia yang mencapai 15 sampai 19 ton gula/ton kapasitas terpasang sehingga komponen fixed cost menjadi tinggi. Sebagai komparasi PG dalam negeri yang selama ini menjadi leader dalam best practices, PT Gunung Madu Plantation mencapai menapai 13,5 ton gula dan PT Gula Putih Mataram 14,25 ton gula/ton kapasitas terpasang.
6. Dari hasil outlook pasar gula yang disusun AGI, diproyeksikan produksi gula dari hasil penggilingan tebu 2015 tidak banyak berbeda dengan 2014 atau berkisar 2,54 Juta ton. Akibat harga gula yang rendah sepanjang tahun 2014, luas areal tebu rakyat di Jawa diprediksi turun sekitar 10%. Disamping itu, kecenderungan petani melaksanakan budidaya seadanya dengan cara mempertahankan keprasan lanjut, produktivitas tebu diestimasikan turun dari 71,3 menjadi 68,1 ton/ha. Tetapi apabila agroklimat mendukung, rendemen berpeluang meningkat dari 7,65 menjadi 8,02%.
Sisa waktu sampai pelaksanaan giling yang dapat dilakukan PG antara lain perbaikan drainase, penambahan pupuk ekstra, persiapan tebang angkut lebih baik diikuti mekanisasi secara selektif, persiapan pabrik yang lebih optimal, dan pelatihan sumber daya manusia secara terprogram.
Sisa waktu sampai pelaksanaan giling yang dapat dilakukan PG antara lain perbaikan drainase, penambahan pupuk ekstra, persiapan tebang angkut lebih baik diikuti mekanisasi secara selektif, persiapan pabrik yang lebih optimal, dan pelatihan sumber daya manusia secara terprogram.
7. Belajar dari pengalaman 2014, terbukanya peluang, dan antisipasi atas kondisi yang berkembang secara dinamis, dipandang perlu :
· Pemanfaatan mekanisasi tebang-angkut secara selektif, antara lain tebangan dilakukan secara manual dan loading dengan grab loader.
· Persiapan pabrik yang lebih baik sehingga mutu meningkat dan SNI terpenuhi mengingat berlakunya ketentuan SNI GKP Wajib mulai Juni 2015 meskipun pada saat bersamaan investasi rutin menurun.
8. Mengingat keberadaan AGI sebagai referensi lembaga-lembaga terkait seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, kementerian, lembaga internasional, dan para akademisi, data secara akurat, credible dan real time dari PG dan perusahaan merupakan dasar pengambilan keputusan yang baik.
TIM PERUMUS