
Haji Nurhasan, petani tebu di Desa Sumber Kemuning, Kec. Tamanan, Kab. Bondowoso mengatakan bahwa pengambilan uret pada waktu pengolahan tanah (bongkar ratoon) dapat menekan populasi sampai 60%.
Kerusakan dan Luas Serangan Uret
Hama uret biasanya menyerang tebu yang ditanam pada lahan kering berpasir atau tegalan. Uret menyerang bagian akar atau pangkal batang tebu. Gejala pada tanaman muda adalah pucuk tanaman mula-mula layu, menguning mirip gejala kekeringan dan akhirnya roboh atau mati ketika tanaman tua. Bagian pangkal batang tebu yang terserang uret kehilangan semua akar dan terbentuk rongga-rongga gerekan yang besar.
Pada tahun 2011, diperkirakan serangan uret menurunkan rata-rata produksi tebu sampai 40% (400 kwintal per ha) yang biasanya normal 1000 kwintal per ha. Bahkan ada pada pertanaman petani tebu yang tidak melakukan pengendalian, kerusakan mencapai 95%.

Biologi Uret
Kumbang betina meletakkan telur di dalam tanah yang lembab pada kedalaman 17-50 cm. Telur berwarna putih kekuningan dan berukuran ± 3 mm. Seekor kumbang betina dapat bertelur sebanyak 25-30 butir. Stadium telur sekitar 2 minggu.

Uret tebu merupakan salah satu hama penting pada tanaman tebu. Pertanaman tebu yang terserang berat dapat mengakibatkan kerusakan tanaman mencapai lebih dari 50%, kadang-kadang sampai puso.
Serangan hama uret tebu dapat ditekan melalui pengendalian hama terpadu dengan menggunakan berbagai cara yaitu:
- Kultur teknis: pergiliran tebu dengan tanaman lainnya (bukan inang uret).
- Mekanis: pengumpulan larva (uret) dan imago pada saat pengolahan tanah maupun pembuatan juringan.
- Biologis: penggunaan agens pengendali hayati (APH) seperti nematoda entomopatogen Steinernema. Pada tahun 2009, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Surabaya telah mengembangkan pengendalian uret dengan menggunakan nematoda Steinernema spp. strain Tulungagung untuk mengendalikan hama uret tebu terutama di lahan berpasir. Hasil uji di laboratorium dengan dosis aplikasi 800 juvenil infektif/ml tercatat tingkat mortalitas hingga 83,33% pada 72 jam setelah aplikasi. Sedangkan uji di lapangan, dosis aplikasi 12.500 juvenil infektif/tanaman pada larva instar 3 tercatat tingkat mortalitas mencapai 80% pada 3 minggu setelah aplikasi. Pada awal tahun 2011 sudah disosialisaikan di wilayah Kabupaten Bondowoso.
- Kimiawi: merupakan pengendalian alternatif terakhir dengan penggunaan insektisida berbahan aktif karbofuran 3%, klorfirifos 200 g/l dan kadusafos 10%.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengendalian hama uret pada tebu dilakukan dengan memadukan berbagai teknologi pengendalian dan dilaksanakan secara berkelanjutan (multi-years) sehingga perkembangan hama uret dapat ditekan seminimal mungkin.
Sumber : http://ditjenbun.deptan.go.id/perlindungan/
0 komentar:
Posting Komentar